Bermimpi sejenak tentang pelayanan publik yang berkualitas
Membedah Buku
“ Menakar Kualitas Pelayanan Publik” karya Dr. Agus Prianto
Oleh: J. Lutfi
Pelayanan publik sebagai sebuah proses layanan yang mencoba memenuhi berbagai kebutuhan barang publik masih nampak sebagai sebuah momok di masyarakat, masyarakat akan mengelus dada ketika diminta tanggapanya tentang pelayanan publik yang selama ini mereka rasakan. Ada yang langsung menolak memberikan tanggapan seakan alergi, namun ada juga yang memberikan tanggapan tetapi tetap dengan nada sumbang, baik itu terkait dengan kualitas layanan atupun berbagai praktik menyimpang semisal korupsi, kolusi dan nepotime.
Pemerintah sebagai aktor utama welfare state memiliki kuwajiban untuk mempromosikan, melindungi dan memenuhi kesejahteraan masyarakatnya (state obligation), sulit mengharapkan kualitas pelayanan public yang baik jika kualitas pemerintah kita juga tidak berubah, karena bagaimanapun juga pemerintah merupakan pemonopoli pelayanan public.
Dr. Agus Prianto dengan bukunya “Menakar Kualitas Pelayanan Publik” yang diadaptasi dari disertasinya mencoba mengajak kita memahami dan bermimpi tentang pelayanan public yang berkualitas. Dalam bahasa pemerintah istilah berkualitas ini coba didoktrinkan kejajaran birokrasi dibawahnya dengan istilah Prima, lengkapnya Pelayan yang Prima istilah Prima ini sering kita jumpai terpampang di sepanduk yang dipasang di pusat-pusat pelayanan public, baik Rumah Sakit Umum, Kantor Samsat, Kantor Dinas Pajak dan kantor-kantor pusat pelayanan public lainnya, saying kesemarakan sepanduk tersebut tidak berbanding seiring dengan kualitas pelayanan yang diberikan di pusat-pusat pelayanan public tersebut.
Memahami Barang Publik
Sistem ekonomi moderen mengenal dua jenis barang yaitu barang publik (public goods) dan barang pribadi (private goods). Ada dua karakter utama barang publik: (1) setiap orang dapat menikmatinya tanpa harus mengurangi kenikamatan orang lain dan (2) setiap orang memiliki akses yang sama ke barang tersebut. Contoh paling mudah dari barang publik adalah jalan raya. Di mana setiap orang dapat menikmatinya tanpa harus berkompetisi dengan orang lain. Dan tidak ada satupun orang yang dapat melarang orang lain menggunakan jalan raya, dalam memahami barang public harus include didalamnya adalah bidang jasa public.
Lawan dari barang publik adalah barang pribadi yang dapat dipilah-pilah dan dijual di pasar melalui sistem kompetisi. Jika mekanisme pasar memungkinkan barang pribadi diproduksi secara efisien, hal ini tidak berlaku bagi barang publik. Barang publik sulit diproduksi demi kepentingan profit karena besarnya externalitas. Karena itu, dibutuhkan intervensi pemerintah dalam produksi barang publik yang biayanya di ambil dari belanja negara. Dan pada banyak negara maju, produksi barang publik tersebut dibiayai oleh pajak.
Beberapa Kelemahan Umum dalam Pelayanan Publik
- Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
- Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
- Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
- Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
- Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
- Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
- Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan
Bagaimana Menakar Kualitas Layanan Publik
Untuk Menakar kualitas layanan buku ini memperkenalkan metode “SERVQUAL”, SERVQUAL sebuah konsep evaluasi layanan yang yang diinisiasi oleh Parasuraman. Metode ini memakai 5 dimensi dalam mengevaluasi suatu layanan yaitu:
1. Tangible, Bagaimana tampilan fisik kantor penyedia layanan public, apakah bersih dan tertata dengan baik, apakah didukung oleh peralatan kerja yang moderen dengan pera petugas yang performannya meyakinkan
2. Reliability, Dimensi ini menjelaskan tentang derajat kehandalan dari aparat pelayanan public, kehandalan dimaknai sebagai kemampuan layanan sesuai yang dijanjikan.
3. Responsiveness, Dimensi ini terkait dengan sikap tanggap para aparat pelayanan public terhadap keluhan, harapan, maupun kecenderungan yang terjadi di masyarakat sebagai penerima layanan
4. Assurance, Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan lembaga dan para stafnya untuk menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pengguna pelayanan public
5. Empathy, Dimensi ini ditandai dengan sikap peduli dan penuh perhatian kepada semua warga masyarakat yang membutuhkan jasa layanan.
Pelembagaan Citizens’ Charter
Citizens’ Charter sering diterjemahkan dengan istilah “kontrak pelayanan”. Citizens’ Charter sebagai sebuah konsep hingga saat ini terus dikembangkan di Indonesia. Konsep ini mendorong pemahaman dalam konteks pelayanan public, bahwa yang menjadi pusat dari pelayanan adalah masyarakat pengguna pelayanan sendiri. Konsep ini menegaskan penting adanya sebuah kontrak antara penyelenggara layanan dan penerima manfaat layanan tentang visi misi pelayanan, standart pelayanan, Alur pelayanan, unit atau bagian pengaduan masyarakat, dan survey pengguna layanan.
Demi membangun kualitas pelayanan public yang lebih baik sangat beralasan jika kita bersama-sama membaca buku ini. Secara fisik buku ini memang tipis, namun ada manfaat yang besar yang akan didapat dari membaca dan mempraktikkanya terutama para penyelenggara pelayanan public.
Today, there is no First World, second world, or the third world…….just fast world…and the slow world
Thomas L. Friedman, The Lexus and The Olive Tree
Bangil, 08 Maret 08